Jumat, 05 Oktober 2012

Asal Manusia



Inilah ASAL usul MAnusia....   

Muqadimah
Diantara sekian banyak penemuan manusia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian canggih, masih ada satu permasalahan yang hingga kini belum mampu dijawab dan dijabarkan oleh manusia secara eksak dan ilmiah. Masalah itu ialah masalah tentang asal usul kejadian manusia. Banyak ahli ilmu pengetahuan mendukung teori evolusi yang mengatakan bahwa makhluk hidup (manusia) berasal dari makhluk yang mempunyai bentuk maupun kemampuan yang sederhana kemudian mengalami evolusi dan kemudian menjadi manusia seperti sekarang ini. Hal ini diperkuat dengan adanya penemuan-penemuan ilmiah berupa fosil seperti jenis Pitheccanthropus dan Meghanthropus.
Di lain puhak banyak ahli agama yang menentang adanya proses evolusi manusia tersebut. Hal ini didasarkan pada berita-berita dan informasi-informasi yang terdapat pada kitab suci masing-masing agama yang mengatakan bahwa Adam adalah manusia pertama. Yang menjadi pertanyaan adalah termasuk dalam golongan manakah Adam ? Apakah golongan fosil yang ditemukan tadi atau golongan yang lain ? Lalu bagaimanakah keterkaitannya ?
Asal Usul Manusia menurut Islam
Kita sebagai umat yang mengakui dan meyakini rukun iman yang enam, maka sudah sepantasnya kita mengakui bahwa Al Qur’an adalah satu-satunya literatur yang paling benar dan bersifat global bagi ilmu pengetahuan.
"Kitab (Al Qur’an) in tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib....." (QS. Al Baqarah (2) : 2-3)
Dengan memperhatikan ayat tersebut maka kita seharusnya tidak perlu berkecil hati menghadapi orang-orang yang menyangkal kebenaran keterangan mengenai asal usul manusia. Hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki unsur utama yang dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu Iman kepada yang Ghaib. Ini sebenarnya tampak pula dalam pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh mereka dalam menguraikan masalah tersebut yaitu selalu diawali dengan kata kemungkinan, diperkirakan, dsb. Jadi sebenarnya para ilmuwanpun ragu-ragu dengan apa yang mereka nyatakan.
Tahapan kejadian manusia :
a) Proses Kejadian Manusia Pertama (Adam)
Di dalam Al Qur’an dijelaskan bahwa Adam diciptakan oleh Allah dari tanah yang kering kemudian dibentuk oleh Allah dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Setelah sempurna maka oleh Allah ditiupkan ruh kepadanya maka dia menjadi hidup. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
"Yang membuat sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah". (QS. As Sajdah (32) : 7)
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk". (QS. Al Hijr (15) : 26)
Disamping itu Allah juga menjelaskan secara rinci tentang penciptaan manusia pertama itu dalah surat Al Hijr ayat 28 dan 29 . Di dalam sebuah Hadits Rasulullah saw bersabda :
"Sesunguhnya manusia itu berasal dari Adam dan Adam itu (diciptakan) dari tanah". (HR. Bukhari)
b) Proses Kejadian Manusia Kedua (Siti Hawa)
Pada dasarnya segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini selalu dalam keadaan berpasang-pasangan. Demikian halnya dengan manusia, Allah berkehendak menciptakan lawanjenisnya untuk dijadikan kawan hidup (isteri). Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam salah sati firman-Nya :
"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" (QS. Yaasiin (36) : 36)
Adapun proses kejadian manusia kedua ini oleh Allah dijelaskan di dalam surat An Nisaa’ ayat 1 yaitu :
"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang sangat banyak..." (QS. An Nisaa’ (4) : 1)
Di dalam salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dijelaskan :
"Maka sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk Adam" (HR. Bukhari-Muslim)
Apabila kita amati proses kejadian manusia kedua ini, maka secara tak langsung hubungan manusia laki-laki dan perempuan melalui perkawinan adalah usaha untuk menyatukan kembali tulang rusuk yang telah dipisahkan dari tempat semula dalam bentuk yang lain. Dengan perkawinan itu maka akan lahirlah keturunan yang akan meneruskan generasinya.
c) Proses Kejadian Manusia Ketiga (semua keturunan Adam dan Hawa)
Kejadian manusia ketiga adalah kejadian semua keturunan Adam dan Hawa kecuali Nabi Isa a.s. Dalam proses ini disamping dapat ditinjau menurut Al Qur’an dan Al Hadits dapat pula ditinjau secara medis.
Di dalam Al Qur’an proses kejadian manusia secara biologis dejelaskan secara terperinci melalui firman-Nya :
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia itu dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kamudian Kami jadikan ia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah , Pencipta Yang Paling Baik." (QS. Al Mu’minuun (23) : 12-14).
Kemudian dalam salah satu hadits Rasulullah SAW bersabda :
"Telah bersabda Rasulullah SAW dan dialah yang benar dan dibenarkan. Sesungguhnya seorang diantara kamu dikumpulkannya pembentukannya (kejadiannya) dalam rahim ibunya (embrio) selama empat puluh hari. Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan segumpal darah. Kemudian selama itu pula (empat puluh hari) dijadikan sepotong daging. Kemudian diutuslah beberapa malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya (untuk menuliskan/menetapkan) empat kalimat (macam) : rezekinya, ajal (umurnya), amalnya, dan buruk baik (nasibnya)." (HR. Bukhari-Muslim)
Ungkapan ilmiah dari Al Qur’an dan Hadits 15 abad silam telah menjadi bahan penelitian bagi para ahli biologi untuk memperdalam ilmu tentang organ-organ jasad manusia. Selanjutnya yang dimaksud di dalam Al Qur’an dengan "saripati berasal dari tanah" sebagai substansi dasar kehidupan manusia adalah protein, sari-sari makanan yang kita makan yang semua berasal dan hidup dari tanah. Yang kemudian melalui proses metabolisme yang ada di dalam tubuh diantaranya menghasilkan hormon (sperma), kemudian hasil dari pernikahan (hubungan seksual), maka terjadilah pembauran antara sperma (lelaki) dan ovum (sel telur wanita) di dalam rahim. Kemudian berproses hingga mewujudkan bentuk manusia yang sempurna (seperti dijelaskan dalam ayat diatas).
Para ahli dari barat baru menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore, beliau mengatakan : "Saya takjub pada keakuratan ilmiyah pernyataan Al Qur’an yang diturunkan pada abad ke-7 M itu". Selain iti beliau juga mengatakan, "Dari ungkapan Al Qur’an dan hadits banyak mengilhami para scientist (ilmuwan) sekarang untuk mengetahui perkembangan hidup manusia yang diawali dengan sel tunggal (zygote) yang terbentuk ketika ovum (sel kelamin betina) dibuahi oleh sperma (sel kelamin jantan). Kesemuanya itu belum diketahui oleh Spalanzani sampai dengan eksperimennya pada abad ke-18, demikian pula ide tentang perkembangan yang dihasilkan dari perencanaan genetik dari kromosom zygote belum ditemukan sampai akhir abad ke-19. Tetapi jauh ebelumnya Al Qur’an telah menegaskan dari nutfah Dia (Allah) menciptakannya dan kemudian (hadits menjelaskan bahwa Allah) menentukan sifat-sifat dan nasibnya."
Sebagai bukti yang konkrit di dalam penelitian ilmu genetika (janin) bahwa selama embriyo berada di dalam kandungan ada tiga selubung yang menutupinya yaitu dinding abdomen (perut) ibu, dinding uterus (rahim), dan lapisan tipis amichirionic (kegelapan di dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup/membungkus anak dalam rahim). Hal ini ternyata sangat cocok dengan apa yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al Qur’an :
"...Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan (kegelapan dalam perut, kegelapan dalam rahim, dan kegelapan dalam selaput yang menutup anak dalam rahim)..." (QS. Az Zumar (39) : 6).
Khatimah
Dari uraian diatas jelas tampak bahwa pernyataan dalam surat Al Baqarah ayat 2 -3 tersebut diatas benar adanya dalam hal ini dapat dibuktikan secara ilmiah terutama dalam kaitannya dengan asal-usul kejadian manusia.(Bersambung)
(Oleh : Fajar Adi Kusumo)
Referensi : - Al Qur’an
- Drs. M. Noor Matdawam, Manusia, Agama, dan Kebatinan




Asal Usul Manusia Menurut Sumber Sejarah Paling Otentik merupakan topik kajian lama. Manusia pertama di jagat raya ini yang dikenal orang dengan nama Adam tidaklah dilahirkan dari kandungan seorang ibu, tetapi diciptakan oleh Tuhan Sang pencipta Langit dan Bumi. Adam diciptakan dari tanah liat yang diberi bentuk kemudian ditiupkan ruh hingga jadilah makhluk yang lain yaitu manusia.
Darimana kita tahu sejarah penciptaan manusia pertama tersebut?
Tiga agama besar di dunia ini yaitu Islam, Kristen, dan Yahudi memiliki kitab suci yang menerangkan masalah ini. Lalu, buku jenis apakah kitab suci itu dan siapakah pengarangnya?.

Hal ini bisa diterangkan menurut apa yang tertulis di dalam Qur’an. Ketika Adam berhasil dibujuk oleh Iblis hingga melanggar aturan Tuhan, maka Adam, Hawa dan Iblis diperintahkan untuk keluar dari surga,
Keluarlah kalian semua dari surga itu,….kelak ketika datang petunjukKu kepada kalian, maka barangsiapa yang mengikuti petunjukKu itu, maka tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.
Adapun orang orang yang kafir (menolak / tidak mau mengikuti petunjuk Ku) dan orang orang yang mendustakan ayat ayat Ku mereka itulah penghuni neraka, kekal mereka di dalamnya
(QS Al Baqarah 2 : 38-39)




WASHINGTON, KOMPAS.com — Tim peneliti dari Amerika Serikat, Portugal, dan Jepang berhasil menemukan asal usul mengapa manusia berjalan tegak. Temuan mereka dipublikasikan di jurnalCurrent Biology yang terbit pada Maret 2012.
Untuk mengungkapnya, peneliti mempelajari perilaku simpanse modern. Simpanse menggambarkan nenek moyang manusia pada 6 juta tahun lalu yang kemudian berevolusi.
Dua studi dilakukan. Studi pertama dilakukan di laboratorium lapangan Kyoto University, di hutan Bossou. Simpanse diberi pilihan makanan berupa biji kelapa sawit dan biji coula.

Perilaku simpanse dimonitor dalam tiga situasi. Pertama, saat hanya ada biji kelapa sawit. Kedua, saat hanya ada biji coula, dan saat biji coula melimpah.
Sementara itu, studi kedua dilakukan oleh Oxford Brookes University selama 14 bulan terhadap simpanse hutan Bossou. Simpanse harus berkompetisi mendapatkan sumber daya yang terbatas.
Hasil studi pertama menemukan bahwa kacang coula dipandang lebih berharga bagi simpanse. Primata tersebut mati-matian berusaha agar mendapatkannya.
Dalam kompetisi mendapatkan coula, simpanse semakin sering berjalan dengan dua kaki. Cara ini memungkinkan simpanse bergerak sekaligus membawa coula lebih banyak, bahkan dengan mulutnya.
Studi kedua mendapati bahwa 35 persen simpanse berjalan tegak. Hal ini juga terkait dengan kemampuan membawa muatan makanan lebih banyak dengan berjalan tegak.
Seperti diberitakan Science Daily, Jumat (23/3/2012), aktivitas berjalan dengan dua kaki simpanse inilah yang kemudian memicu evolusi hingga terciptalah manusia yang berjalan tegak.
"Sesuatu yang sederhana seperti aktivitas membawa muatan tiap hari, mungkin, dalam kondisi tertentu, memicu manusia berjalan tegak dan membuat nenek moyang kita semakin jauh meninggalkan bangsa kera lain yang kemudian menciptakan bangsa kita," ungkap Brian Richmond dari George Washington University, peneliti yang terlibat dalam riset ini.



Zona Waktu Indonesia


Kisah Zona Waktu di Indonesia
Waktu yang seragam. Mampukah menyeragamkan etos kerja orang Indonesia?
OLEH: HENDARU TRI HANGGORO DAN BONNIE TRIYANA
Dibaca: 4199
SANDFORD Fleming,  perencana perjalanan kereta api dan teknisi asal Kanada, baru saja ketinggalan kereta ketika dia mengunjungi Irlandia dalam tahun 1876. Dia bingung. Jadwal keberangkatan kereta ternyata tak sesuai dengan waktu sebenarnya. Dia mengira kereta berangkat malam, tetapi kereta telah berangkat pada pagi hari. Ada perbedaan meridian antara Fleming dengan jadwal yang disusun oleh orang Irlandia. Ini karena kala itu belum ada pembagian waktu secara baku. Tiap negeri, tiap kota memiliki aturan waktunya sendiri. Akibatnya, orang asing sering salah mengerti waktu jika berkunjung ke suatu negeri jauh.
Sejak peristiwa itu, Fleming berpikir tentang kebutuhan ukuran pembagian waktu yang baku. Sebagai perencana perjalanan kereta jarak jauh, dia tak mau ada kekacauan jadwal hanya karena orang salah membaca waktu.
Berdasarkan waktu rotasi bumi yang dibulatkan, 24 jam, dan derajat bumi, 360o, Fleming membagi bumi ke dalam 24 zona waktu. Titik nol atau toloknya berasal dari Greenwich yang berada di bujur 0o. Ini berarti, waktu di tiap garis bujur selebar 15o dapat berbeda satu jam lebih lambat atau lebih cepat dari Greenwich. Semakin ke timur, waktu berbeda satu jam lebih cepat daripada Greenwich (+). Sebaliknya, semakin ke barat, waktu berbeda satu jam lebih lambat (-). Selisih waktu paling cepat dari Greenwich adalah 12 jam, pun jua dengan selisih paling lambatnya. Usul ini disepakati secara internasional melalui sebuah Konferensi Meridian Internasional di Washington DC pada Oktober 1884.
Di Hindia Belanda, koloni Belanda, pembagian waktu belum sepenuhnya mengikuti standar Greenwich Meridian Time (GMT). Belanda, meskipun tercatat sebagai negara yang menyetujui konferensi itu, belum merumuskan pembagian waktu untuk koloninya. Belanda baru menetapkan pembagian waktu pada 1908.
Staats Sporwegen (jawatan kereta api) meminta kepada pemerintah untuk menyusun sebuah zona waktu (mintakad) demi kelancaran perjalanan kereta di Jawa. Ketika itu, Hindia Belanda telah memiliki “greenwich” sendiri sebagai titik nol derajatnya, Jawa Tengah. Melalui Gouvernements  besluit 6 Januari 1908Jawa Tengah dan Batavia memiliki perbedaan waktu dua belas menit. Itu artinya, Batavia lebih lambat 12 menit dari Jawa Tengah. Peraturan ini diterapkan secara resmi pada 1 Mei 1908 dan hanya berlaku untuk wilayah Jawa dan Madura. Di luar wilayah itu, pemerintah tidak mengaturnya.
Wilayah Sumatera Barat dan Timur dan Balikpapan menjadi wilayah luar Jawa pertama yang mendapatkan pembagian waktu. Pemerintah mulai membagi waktu ketiga wilayah itu pada 22 Februari 1918. Padang tercatat memiliki perbedaan waktu 39 menit lebih lambat daripada Jawa Tengah, sedangkan Balikpapan berselisih 8 jam 20 menit lebih cepat dari Greenwich. Peraturan pembagian waktu selanjutnya, 1 Januari 1924, tidak mengubah pembagian waktu tersebut secara berarti. Peraturan itu hanya menetapkan selisih waktu antara Jawa Tengah dengan Greenwich adalah 7 jam 20 menit lebih cepat dari Greenwich. Di luar peraturan itu, pembagian waktu tiap daerah ditentukan oleh Hoofden van Gewestelijk Bestuur in Buitengewesen.
Memasuki 1930-an, penerbangan internasional dari Hindia Belanda ke Singapura dan Autralia dibuka. Peraturan mengenai pembagian waktu harus dirumuskan ulang. Hindia Belanda, untuk pertama kalinya, terbagi atas enam zona waktu sejak 11 November 1932 melalui peraturan Bij Gouvernment Besluit van 27 Juli 1932 no. 26, Staatsblad No .412. Selain pertimbangan penerbangan, kebiasaan masyarakat pemakai jam matahari juga menjadi alasan keluarnya peraturan ini. Pemerintah kolonial berharap masyarakat itu tak dirugikan dengan pembagian waktu ini. Dalam pembagian waktu ini, selisih waktu tiap zona adalah 30 menit.
Peraturan ini menjadi tak berlaku kala Belanda menyerahkan Hindia kepada Jepang pada 1942. Jepang menyesuaikan pembagian waktu di Hindia dengan kebutuhan militer dan propagandanya. Peraturan itu berlaku sejak 20 Maret 1942 sampai dengan 16 September 1945. Akibatnya, waktu di tiap wilayah Hindia disamakan dengan waktu Tokyo (GMT + 9). Sejarawan Didi Kwartanada mengatakan penyesuaian waktu dengan Tokyo itu untuk memudahkan mengatur daerah pendudukan Jepang di Asia. “Namun Jawa paling terpengaruh karena waktunya harus maju satu setengah jam lebih dulu dari biasanya. Yang paling susah orang yang biasa sholat subuh jam 04:00 jadi jam 02:30 malam,” kata doktor sejarah alumnus National University of Singapore itu. 
Bukan hanya itu, anak sekolah pun mesti berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya, pada pukul 05:30 subuh. Pemberlakuan itu menimbulkan banyak kekacauan di masyarakat. Didi merujuk kepada buku Tjamboek Berdoeri, sebuah memoar karya Kwee Thiam Tjing, yang mengisahkan betapa orang-orang Jawa di bawah Jepang yang harus menyesuaikan waktu Tokyo. “Kwee Thiam Tjing menulis kalau dia sering ngantuk karena harus bangun tidur lebih cepat dari biasanya,” katanya.
Bukan hanya jam, sistem penanggalan pun disesuaikan dengan penanggalan sumera, yang membuat orang Indonesia jauh lebih tua 660 tahun dari orang Jepang. Didi mengatakan, “Tahun 1942 disetarakan dengan 2602 tahun sumera yang berarti umur orang Jawa jauh lebih tua 660 tahun dari orang Jepang.” Bahkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pun menggunakan tahun sumer, yakni 2605, bukan 1945.
Ketika Belanda kembali menduduki sebagian daerah di Indonesia pada 1947, zona waktu di Indonesia terbagi tiga. Ini karena Belanda mengubah zona waktu Indonesia secara sepihak. Tiap zona berselisih GMT + 6, + 7, dan + 8, kecuali Papua yang berselisih GMT + 9. Tidak diketahui secara pasti pertimbangan apa yang melatarbelakangi pembagian waktu ini. Namun, pembagian ini tak berlangsung lama. Pada 1950, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Dengan demikian, Indonesia kembali ke pembagian enam zona waktu dengan selisih 30 menit tiap zona. Aturan ini tertuang dalam Keppres RI No. 152 Tahun 1950 yang mulai berlaku pada 1 Mei 1950. Hanya Irian yang masih menggunakan peraturan Belanda tahun 1947 karena masih diduduki Belanda.
Keppres itu bertahan selama 13 tahun. Pada 1963, Indonesia hanya terbagi atas tiga zona waktu: barat, tengah, dan timur. Irian Jaya yang telah kembali ke dalam wilayah Indonesia masuk zona timur bersama daerah tingkat I Maluku karena terletak pada 135 derajat bujur timur. Selisih waktunya dengan GMT adalah + 9. Daerah Tingkat I dan istimewa di Sumatera, Jawa, Madura, dan Bali masuk zona barat karena terletak pada 105 derajat bujur timur. Wilayah-wilayah ini berselisih + 7 dari GMT. Zona Indonesia Tengah meliputi Daerah Tingkat I di Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. Letak bujurnya adalah 120 derajat bujur Timur dan berselisih + 8 dari GMT. Itu artinya, ada selisih satu jam di tiap zona. Pembagian ini dikukuhkan melalui Keppres No. 243 Tahun 1963. Beberapa pertimbangannya antara lain, segi sosial, agama, efisiensi ekonomi, dan penyederhanaan. Pembagian itu dimulai secara resmi sejak 1 Januari 1964.
Keberatan-keberatan segera muncul dari beberapa kalangan sejak diterapkannya pembagian tiga zona itu. Mereka menilai pembagian waktu itu janggal. Orang-orang di Sabang dan Pontianak harus bangun lebih pagi karena jam terbit matahari menjadi lebih awal. Tak sesuai dengan waktu terbit sebenarnya. Apalagi kota Pontianak ternyata justru tidak masuk zona barat walaupun terletak dalam bujur yang sama dengan Tegal. Sementara itu, Bali justru masuk zona barat meski terletak dalam bujur zona tengah.
Atas beberapa pertimbangan lain seperti pariwisata dan keberatan sebagian kalangan, pemerintah mengeluarkan peraturan baru mengenai pembagian waktu melalui Keppres RI No. 41 Tahun 1987. Tidak ada perubahan pembagian zona waktu dalam peraturan baru tersebut. Indonesia tetap terbagi atas tiga zona waktu. Hanya beberapa daerah yang ditukar zona waktunya. Bali, misalnya, masuk ke zona tengah karena pertimbangan pariwisata, sedangkan Kalimantan Barat dan Tengah ditarik masuk ke zona barat dari zona tengah. Pembagian waktu ini berlangsung hingga sekarang meski usul perubahan pembagian waktu menjadi satu zona terus berkembang akhir-akhir ini.
Kini pemerintah menggulirkan wacana untuk menyatukan zona waktu di seluruh wilayah Republik. Hal tersebut dikemukakan oleh Menko Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Minggu, 11 Maret lalu di Jakarta. Menurutnya penyatuan zona waktu dilakukan dengan alasan efisiensi kinerja sekaligus meningkatkan aktivitas ekonomi